ARTSOTIKA MURIA

Menyebut Muria, tidak bisa sertamerta, sebuah wilayah secara geografis. Juga administratif. Muria, adalah Alam dan Manusia. Yang didalamnya terdapat aneka ragam peradaban. Namun jika merujuk pada Geografi dan Administrasi, Muria berada di tengah Segitiga Hijau, yaitu Kota Pati, Jepara dan Kudus. Ketiga kota tersebut dalam wilayah Jawa Tengah – Indonesia.
artsotika muria
Kerajinan tangan karya NaGallery Art Pati

Artsotika Muria, Adalah menyamakan rasa (EQ) dan pemikiran (IQ), bergotongroyong di seputar Gunung Muria, dalam bentuk apapun, yang bertujuan menjaga, merawat, mengembalikan, dan menumbuhkembangkan potensi Muria. Dalam hal Sumber Alam maupun Masyarakatnya. Potensi Muria yang Eksotis dikemas dalam bentuk Art.
1.a. Menjaga dan Merawat Hayati. Keindahan alam Muria, bisa terbilang mepesona. Tanah subur ditumbuhi aneka hayati. Pohon Parijatha, Aren, Bendho, Dadap, Eukaliptus, Gintung, Ingas, Jati, Anggrek, kopi, durian, rambutan, kapuk randu, dan lainnya. Binatang liar melengkapi dan menambah suasana mepesona. Monyet ekor panjang, Macan tutul, Elang jawa, Babi hutan, Kidang, Bebek rawa, dan lainnya. Artsotika Muria, sebagai Ruang Bergotongroyong di seputar Muria, dirasa perlu untuk mendata ulang, jenis aneka Hayati yang masih ada. Kemudian menjaga dan merawat dengan langkah tertentu (ayo dirembug), agar jangan sampai rusak bahkan punah. Sekiranya perlu, lewat jalur hukum (perlindungan hayati Muria).
1.b. Menjaga dan Merawat Tanah, Air dan Batu. "..orang bilang, tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu menjadi tanaman," sepenggal lirik lagu dari Group Band Legendaris, KOESPLUS dengan judul KOLAM SUSU. Gambaran itu ada di Muria. Tanah kita memang tanah SURGA. Tinggal bagaimana menjaganya. Beberapa wilayah di seputar Gunung Muria, kemiringan tanahnya retan akan longsor. Beberapa batu digali (ditambang). Beberapa desa seputar Muria, kekurangan air. BENARKAH? Artsotika Muria, Ruang untuk nyengkuyung menjaga dan merawatnya. Mengedukasi warga setempat, betapa pentingnya mejaga lingkungan, untuk anak cucu. Tangan jahil dari luar, perlu kiranya ada ikatan Hukum.
1.c. Menjaga dan Merawat Budaya. Yang meliputi tradisi, seni, Adat-istiadat, Sejarah, Folklor, Artefak, Situs. Dari sekian Budaya yang ada di seputar Muria, belum terdata secara maksimal. Sementara ini data, masih banyak dalam bentuk lisan. Jika data tersebut tertulis dalam bentuk Dokumen (buku), atau yang lainnya, tentu lebih menarik. Bentuk Menjaga, dalam hal Doukumen. Festival Patiayam, adalah salah satu bentuk Menjaga dan Merawat Situs Patiayam, agar situs tersebut tidak keluar dari Habitatnya.
2.a. Mengembalikan Hayati. Beberapa tumbuhan yang punah, dikembalikan dengan cara reboisasi. Memang tidak semudah membalikan telapak tangan, jika dilakukan hanya segelentir kelompok peduli lingkungan. Gotongroyong, akan terasa ringan. Lain halnya perlakuan terhadap binatang liar. Sebut saja Monyet Ekor Panjang. Bagi masyarakat, pada masa tertentu, monyet menjadi hama. Hingga banyak yang memburu dan membunuhnya. Saat ini mulai punah. Untuk mengembalikan kemudian menjaga dan merawatnya, perlu keterlibatan warga setempat, secara ketat.
2.b. MengembalikanTanah, Air dan Batu. Untuk Tanah yang terlanjur rusak/longsor memang susah untuk dikembalikan. Kemampuan kita hanya merawatnya, dengan langkah penanaman secara besar-besaran. (jika ada yang punya ide, soal pengelolaan atau pengolahan tanah, kita sengkuyung bareng). Air? Setelah melakukan diskusi di 3 Kota (di Omah Pencu desa Panjang, kecamata BAE – Kudus, Pendapa Padepokan di desa Pohgading, kecamatan Gembong Pati, dan di Rumah Belajar Ilalang desa Kecapi kecamatan Taunan-Jepara), krisis air melanda warga Muria. Mari kita bergotongroyong mencari penyebab dan solusinya. Air milik masyarakat, bukan milik Perorangan atau Perusahaan. Persoalan Batu seperti Tanah! Yang masih bisa dilakukan, salah satunya adalah: menghentikan PENAMBANGAN Batu secara besar-besaran.
2.c. Mengembalikan Budaya. Dari hasil diskusi 3 kota, ada beberapa hal yang hilang. Peninggalan sejarah,  tradisi, kesenian, folklor, dan lainnya. Data memang belum lengkap sepenuhnya. Dari hasil duskusi, masyarakat yang peduli mulai bergerak. Jika tidak terlacak, Revitalisasi atau sejenisnya, sekiranya perlu dilakukan. Seperti halnya yang dilakukan Rumah Kartini Jepara, membuat Gong Senin. Seniman Pati dalam rintisan merevitalisasi Wayang Sonean, yang nyaris punah.
3.a. Menumbuhkembangkan Hayati. Budidaya dan pengembangbiakan secara berkelanjutan. Hal ini perlu adanya pemantik atau motivasi sebagai pendukung. Misalnya tanaman Kopi. Munculnya produksi Kopi Muria dengan berbagai merek dan Cafe atau Warung Kopi, membuat Kopi Muria terangkat. Kopi Nangka yang semula terabaikan, warga kini mulai bergairah menumbuhkembangkan. Tumbuhan Nilam sebagai bahan Parfum, mulai dikembangkan. Binatang liar yang sudah langka, DILARANG diburu. Biarkan berkembang biak secara alami. Atau dibantu pengembangbiakannya.
3.b. Menumbuhkembangkan Tanah, Air dan Batu. Selain longsor, mungkin beberapa tanah garapan mulai rusak. Salah satu faktor penyebab, pupuk anorganik. Kita kembali pada hal yang Organik atau alami. Cara tradisional untuk pengolahan tanah, kiranya perlu dikembangkan dengan pola kekinian. Soal Air. Perlu peningkatan perawatan. Jauhkan dari pencemaran. Pengelolaan Air secara mandiri.
3.c. Menumbhkembangkan Budaya. Nguri-nguri budaya, memang penting. Lebih penting lagi, ngurip-uripi. Seni Ketoprak Pati bertahan hidup, karena diuripi/dihidupi masyarakat. Menggali potensi lokal, menjawab tantangan global. Pasca era Melinia, kembali pada tradisi. Penggalian budaya pada akar, seperti haalnya yang dilakukan Rumah Karitini jepara pada Gong Senin, dan Seniman Pati pada wayang Sonean, tidak berhenti pengembalian. Langkah dan upaya lain, perlu ditumbuhkan. Komunitas Kopi Muria, membuat kegiatan Tradisi Wiwit. Ini salah satu contoh nyata, untuk menumbuhkembangkan budaya.
#artsotikamuria
Kerajinan tangan karya NaGallery Art Pati



Di tahun 2019, kita coba tawarkan dan mengawali, menata Muria. Peran masyarakat/warga setempat, sangat penting. Tanpa keterlibatannya dalam hal Menjaga, Merawat, Mengembalikan dan Menumbuhkembangkan, tinggal menungu waktu. Muria semakin HANCUR! Dan alam yang akan Menjawabnya. #artsotikamuria
(ditulis di TBRS-Semarang, 31 Desember 2018, oleh: widyo babahe leksono).

Share this:

ABOUT THE AUTHOR

Lahir di Jepara, Desember 1960. Sejak SD, dia hobi membaca majalah Panjebar Semangat. Karena itu, sekarang dia sangat senang menulis dalam bahasa Jawa, baik puisi, cerpen, dongeng, maupun naskah drama. Bukunya yang telah terbit adalah naskah drama berjudul Gayor (1998) dan dongeng pada tahun 2008 berjudul Roro Jonggrang Nagih Janji, Nawang Wulan Bali Kayangan, Lutung Kasarung, Ciung Wanara, dan Naga Baru Klinthing. Buku terbarunya sebelum buku tips mendongeng ini adalah Blakotang: Geguritan Blakblakan (Gigih Pustaka Mandiri, Februari 2012) dan antologi dongeng media literasi Pocong Nonton Tivi (LeSPI dan Tifa, Mei 2012). Oktober - November 2012 dan Maret - April 2012 memberikan workshop kepenulisan bagi murid-murid SD Pesona Astra dan SD Surya Persada Pangkalanbun, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, hingga melahirkan dua buku kumpulan cerita anak sawit: Jin Pohon Sawit (Gigih Pustaka Mandiri, April 2012) dan Hutan Larangan (Gigih Pustaka Mandiri, Juni 2012).

0 komentar:

Posting Komentar