Widyo Babahe Leksono

  • Gurit
  • Komunitas Perokok
  • Naskah Teater
  • Dongeng
Home Archive for Januari 2016

Sumber : http://kojaksarukjateng.blogspot.co.id/



NYANYIAN PELANGI
Oleh: Catur Widya Pragolapati
ADEGAN SATU
Panggung gelap. Alunan Musik (vokal), “Ibu Pertiwi” diulang beberapa kali. Pemain masuk dari kiri/kanan Panggung, membawa lilin, menyala. Kemudian membuat formasi, di dalam Panggung.
Pelangi Satu:
Namaku Pelangi... sebenarnya aku sekolah hanya mengikuti kehendak ortu. Aku sendiri sebenarnya sudah bosan, karena sekolah pelajarannya begitu-begitu saja. (meniup lilinnya).
Pelangi Dua:
Namaku Pelangi... pada awalnya aku semangat mengikuti pelajaran. Lama-lama semangatku memudar. Teman-teman selalu menggantungkan diri padaku. Mengerjakan tugas, piket, dan kadang ulangan harian. Aku merasa dimanfaatkan oleh teman-teman. (meniup lilinnya).
Pelangi Tiga:
Namaku Pelangi... berangkat sekolah semangatku luar biasa. Sampai di sekolah pupuslah sudah. Aturan-aturan yang ketat, menjadikan aku berpikir, bagaimana membuat siasat. (meniup lilinnya).
Pelangi Empat:
Namaku Pelangi... semakin lama aku sekolah, semakin bertambah dustaku, terhadap ortu dan guru. Pura-pura sakit pada pelajaran yang tidak aku suka. (meniup lilinnya).
Pelangi Lima:
Namaku Pelangi... berangkat dari rumah, selalu tidak sampai di sekolah. Bertemu teman lain diluar sekolah. Aku tidak berfikir, bagaimana ortu beresusah-susah mencari nafkah, dan beaya sekolah. (meniup lilinnya).
Pelangi Enam:
Namaku Pelangi... mengapa sekolah justru malah menjadi susah. Benarkah kata pepatah, berakit ke hulu, berenang ke tepian? Jika aku lari dari hal ini, berarti aku mengkianati diri. Namun, haruskah ini aku jalani. (meniup lilinnya).
Semua Pelangai:
Namaku Pelangi... mestinya sekolah mencari pengetahuan, bukan mencari ijasah. Lembaran kertas yang sah, dari lembaga yang bernama sekolah. Namun keadaan masih belum bisa berubah... haruskah aku tetap begini...

Pelangi Inti:
Kawan-kawan... mari kita mencari kebebasan.
Semua Pelangi:
Kebebasan? Kebebasan apa?
Pelangi Inti:
Kebebasan dalam mencari ilmu dan pengetahuan. (meniup lilinnya. Sebelumnya pelahan Lampu General panggung menyala).

Semua Pelangi:
Kebebasan, kebebasan... dimana kau? Kebebasan, kebebasan... dimana rumahmu? Kebebasan, kebebasan... dimana kau? Kebebasan, kebebasan... dimana sekolahmu? ( diulang beberapa kali, sembari keluar panggung, kecuali Pelangi Inti). (Lampu Padam, kecuali fokus Pelangi Inti).
ADEGAN DUA
Pelangi Inti duduk bersimpuh di tengah Panggung. Tubuhnya luluh, tak berdaya. Menatap kedepan, tanpa harapan. Lampu hanya (fokus) pada Pelangi Inti.
Suara:
Pelangi... jika kau tidak membongkar pemikiran-pemikiran lama, maka kau bakal dipermalukan oleh pemikiran itu sendiri. Diera globalisasi itu sendiri, bisa jadi akan berlaku seperti masa, jauh dari masa-masa sebelumnya. Bahkan hukum rimba akan berlaku kembali. Siapa kuat, itulah pemenangnya. Tataplah jauh ke depan, pelangi! Dan jangan ragu, untuk menengok sesat ke belakang. Karena, depan dan belakang, hampir tidak ada bedanya. Semuanya fatamurgana. Ada tapi tiada. Tiada tapi ada... itulah!
Pelangi Inti:
Fatamurgana? Ada tapi tiada? Tiada tapi ada? Aku kurang mengerti...
Suara:
Memang kau belum mengerti. Dan selamanya tidak akan mengerti, jika selamanya kau tidak mencari!
Pelangi Inti:
Mencari? Mencari apa? Kepada siapa?
Suara:
Mencari apa? Tanyakan pada dirimu?
Pelangi Inti:
Mencari...? ya, kebebasan. Aku mencari kebebasan. Kebebasan dalam berpengetahuan dan pemahaman. Lalu kemana aku mencari? Kepada siapa aku mencari?
Orang Satu:   (sedang asyik melakukan penelitian, diluar garis Panggung) aku disini, Pelangi!

Pelangi Inti:   Siapa kau?

Orang Satu:   Kebebasan!
Pelangi Inti:   Kebebasan?
Orang Satu:   Ya, kebebasan! Bebas dari segala belenggu yang mengikat.
Semua Pelangi:
(masuk Panggung, berjalan seperti Robot, sambil dialog. Kemudian membentuk formasi, dibelakang Pelangi Inti. Pelahan Lampu General menyala). Namaku Pelangi... aku memang dalam keterbelengguan, dari doktrin-doktrin dan dokma yang ada. Terbelenggu dalam aturan-aturan yang mengikat.
Pelangi Inti:   Kebebasan... bolehkan kami bersamamu?
Semua Pelangi:   iya, kebebasan... bolehkah kami bersamamu?
Orang Satu:   (masih asyik penelitian, diluar garis Panggung) Tidak!
Semua Pelangi:   Tidak!? Kenapa?
Orang Satu:   Karena kalian masih berikat dan berkait dengan ortu-ortu kalian!
Semua Pelangi:   Bukankah mereka ortu-ortu yang selalu menjaga dan membimbing kami?
Orang Satu:
(menghentikan penelitian, masuk garis/dalam Panggung) ortu-ortu yang selalu mendikte disetiap langkah kalian, kau sebut menjaga dan membimbing?
Semua Pelangi:
Tetapi, bagaimanapun juga, mereka adalah ortu kami. Kami harus selalu patuh dan hormat pada mereka. Dan lagi, kami memang belum bisa lepas dari meereka. Kami masih membutuhkan mereka, dalam beberapa kebutuhan. Maka kami masih tetap berikat dan berkait dengan ortu-ortu kami.
Orang Satu:
Bagaiman kalian bisa bersama saya, jika selamanya kalian masih belum bisa memberi garis batas yang jelas, tentang yang berikat dan yang berkait.
Semua Pelangi:   Kebebasan... apakah kau juga pernah seperti kami?
Orang Satu:
Ya! Namun ketidak jelasan itu telah tersaput angin. Angin yang tercipta dari dua haluan. Aku dan ortu.
Semua Pelangi:   Caranya?
Orang Dua:
(masuk dari sudut Panggung belakang) Kemengertian dan kerelaan. Kita harus mengerti dan kemudian rela, betapa pentingnya mencari ilmu. Mengerti ilmu itu perlu dan kemudian rela, kemana dan dimana mencarinya. Ketidak mengertian dan ketidak relaan itu, menghambat sebuah proses pencarian.
Semua Pelangi:   Siapa kau?
Orang Dua:   Kebebasan!
Semua Pelangi:   (sambil memandang Orang Satu) Kebebasan? Kok namamu sama dengan dia?
Orang Dua:   iya! Sama tapi tak serupa.
Semua Pelangi:   Kebebasan... setelah kami saling mengerti dan rela?
Orang Satu:
tampaklah garis pembatas antara yang berikat dan yang berkait. Keberikatan dan keberkaitan, hanya ada pada nurma atau aturan-aturan, yang dibentuk oleh ortu-ortu dan kalian sendiri. (keluar Panggung).
Semua Pelangi:   Kebebasan... Kebebasan... kami masih belum mengerti...
Pelangi Inti:
Kita tidak akan pernah mengerti, jika selamanya tidak akan pernah mencari. Kawan-kawan, mari kita mencari, sampai kita mengerti. (Lampu Padam).
ADEGAN TIGA
Pemutaran VCD, “Belajar Sepanjang Hayat” karya siswa Sekolah Qoryah Toyyibah, Salatiga Jateng.
Usai pemutaran, lampu Panggung pelahan nyala. Semua Pelangi masuk.
Pelangi Tiga:   Iya, sekarang aku mengerti.
Pelangi lima:   Mengerti apa? Baru sekilas saja sudah mengatakan mengerti.
Pelangi Satu:
Benar. Hanya sekilas. Namun setidaknya, kita bisa membuka diri, bagaimana harus berpikir.
Pelangi Dua:
Aku baru sadar, bahwa selama ini, kita terpatok oleh suatu hal yang ada, yang disebut pemikiran. Menerima apa adanya, tanpa pencarian kebenaran pemikiran itu.
Pelangi Empat:
Jangan-jangan memang kehendak ortu-ortu kita, atau memang dikondisikan oleh pemikiran orang-orang sebelum kita? Ah, aku semakin bertambah pusing.
Pelangi Enam:   Kalau demikian, kita perlu mencarai lagi?
Pelangi Satu:   Belajar menggapai masa depan. Belajar bisa dimana-mana. Tak terbatas ruang dan masa.
Pelangi Dua:
Benar kawan. Selama ini yang kita lakukan adalah, belajar disaat bersekolah. Ketika libur sekolah, bahkan tamat dari sekolah maupun kuliah, selesailah!
Pelangi Lima:   Nah... ini baru dikatakan mengerti. Walau baru awalnya saja.
Pelangi Tiga:   baru awalnya saja? Lalu akirnya?
Pelangi Empat:   Tak terbatas. Belajar tak mengenal jenis dan usia.
Pelangi Inti:
tetapi kawan-kawan... selama ini kita masih terkurung oleh semua itu. Dinding yang bersekat, yang bernama sekolah.
Pelangi Satu:
Jika pengertian sekolah, hanya sampai pada dinding yang bersekat, dengan segala jenisnya, maka demikianlah adanya.
Pelangi Empat:
Dunia, alam semesta ini, menyimpan banyak misteri. Masih banyak yang belum dimengerti para ahli.
Pelangi Tiga:   Kalau demikian, kita masih perlu mencari lagi?
Pelangi Dua:   Iya, mencari, mencari dan mencari...!
Pelangi Inti:
Fatamurgana. Ada tapi tiada. Tiada tapi ada. Rupanya sudah mulai jelas keberadaannya. Bahkan ketiadaanya.
Semua Pelangi:
Kebebasan... Kebebasan... Dimana kau? Kami sudah semakin mengerti. Kemarilah, ajaklah kami untuk mencari, agar kami lebih mengerti...

Pelangi Lima:
Dasar anak-anak manusia  suka memaksakan kehendak. Aku katakan selaki lagi, bahwa semua ini baru awal dari sebuah pencarian!
Pelangi Dua:   Sudahlah kawan-kawan... jangan tergesa-gesa. Mari kita lanjutkan pencarian ini.
Pelangi Tiga:   lalu, kemana lagi kita akan mencari?
Orang Satu:
(masuk Panggung) Kalau dunia dan semesta yang terhampar luas ini, adalah sekolah dan laborat, mengapa kita harus sekolah di dinding yang bersekat, yang sebenarnya mengurung, membelenggu dan memisahkan kalian dari apa yang sebenarnya kalian cari selama ini?
Semua Pelangi:
Kami tetap butuh ijasah. Lembaran kertas yang sah dari lembaga yang bernama sekolah...
Orang Satu:
Dan setelah itu, musnah semua pengetahuan dan pemahaman. Karena yang kalian cari adalah nilai, yang berupa peringkat angka-angka. Bukan nilai dalam bentuk kemengertian.
Semua Pelangi:   Tapi kebebasan, bukankah hal itu bagian dari proses, tempat dimana kami belajar
Orang Satu:
Bukan proses atau prosedur yang berlaku. Tetapi penyikapan kalian, terhadap proses itu sendiri. Sehingga kalian terjebak didalamnya. Terus saja kalian ikuti, penyikapan terhadap proses itu. Dan selamanya kalian tidak akan bisa bersama kebebasan.
Semua Pelangi:
Kebebasan! Beri kami motivasi, beri kami kepercayaan, agar kami bisa menyikapi kebebasan dalam suatu pencarian.
Orang Dua:
(masuk dari sudut Panggung belakang) Kemengertian dan kerelaan. Kita harus mengerti dan kemudian rela, betapa pentingnya mencari ilmu. Mengerti ilmu itu perlu dan kemudian rela, kemana dan dimana mencarinya. Ketidak mengertian dan ketidak relaan itu, menghambat sebuah proses pencarian.
Semua Pelangi:
(kepada penonton, tatapan jauh ke depan) Kawan-kawan... memang tidak ada kehendak ortu, yang menginginkan anaknya, melebihi pahitnya kehidupan yang dialaminya. Dan kami, tidak ingin seperti itu. Bisakah kami dan ortu bersama, berakit kehulu dan berenang ketepian...?
Orang Satu & Dua:
Dan akan kalian temukan, disanalah rumahmu, disanalah kampung halamanmu, Pelangi!
-S-E-L-E-S-A-I-
*) Diadabtasi & diketik ulang di Rumah Pak Jon, Afdeling Eko, GSPP PT ASTRA Agro Lestari, Pangkalan Banteng, Kotawaringin Barat, Kalteng, 10 September 2013.
*) naskah asli berjudul “Ensiklopedi Pelangi” diketik di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS), Semarang, Jateng, 15 Pebruari 2009.
*)  terinspirasi dari:
-Naskah “Mimpi-mimpi” karya TB kamaludin (guru SMA 70 Jakarta).
- Proses belajar Sekolah Qoryah Toyyibah Salatiga, Jateng.
- Hasil data curhat siswa SMA Nasima Semarang, Jateng.
                                                                                                ---------------------------------------------------------------------
Mangsa Ganjil
Siji, telu, lima, pitu, … … … sangangpuluh sanga,
tung entungane angka,
ning ora angger ngetung tumtrabe wong jawa.

Mestine wis nganggo petung sing premana,
tumrabe nyedhekahi marang sing wis ora ana ing alam donya,
ing malem-malem ganjil,
ganjile tumrab tung etungane angka,
nanging kabeh wis kapetung sing ngemu makna.

Beda makna tumrab ganjile sing ora genep,
kang bisa karan kurang jangkep,
ngrusak tatanan sing wis trep.

beda makna tumrabe sing lagi mangsa,
kang bisa karan mangan, nyaplok, nggaglag kanti meksa,
ra prelu mikir sapa sing dimangsa.

Mangsa ganjile sing wicaksana,
duwe etung lan petung,
tinggalane leluhur kang pinunggul,
mangsa wayah laku pasa lan tapa,
kanggo sangu urip, pungkure urip saka donya.
Semarang, 20 September 2012
Mangsa Pacoban
Iki jaman, jamane tambah saya ora karuwan,
critane simbah, rikala jamane, ya ora karuwan,
ngendikane simbah, urip kuwi pancen kebak pacoban.
                “nggih leres mbah, saniki kathah tiyang ingkang pacebukan,
                   kathah ingkang kapusan, klendran,
    lali sakabehe kwajiban.”

Iki jaman, jamane tambah saya ora karuwan,
padha nglali tatanan, ninggalke paugeran,
tibane padha regejegan.
                (golek bebener, nyalahke liyan,
                  sing kliru digugu, sing bener kateter,
                   tatanan lan paugeran mung kanggo tenger lan dolanan).

Iki jaman, jamane tambah saya ora karuwan,
Simbah isih ngeyel, iki jamane pacoban,
kudu diadepi kanti teteging ati,
kudu dilakoni kanti laku sing premadi.
                (pancen bener simbah, Permadi ya Janaka,
                  suka laku pasa lan tapa,
                   entuk-entukane mboyong putri lan wanita).

“Pancen bocah saiki, angel dituturi … … … “
Semarang, 20 September 2012

Mangsa Tandur
Ketiga ngingking, kabeh garing,
wit-witan, sato kewan, gering,
barat ora kemlebat, banyu ra gemuyu,
nelesi jagad sing kuyu-kuyu.

Oalah cabang bayi,
semut ireng anak-anak sapi,
kabeh dikukupi kanggo kepentingane dhewe,
mata peteng ra mikir sing keri,
ninggali nggo tembe mburine.

“Cempe-cempe undangke barat gedhe,
                  tak opahi duduh tape,
                  udan banyu tibakke rene.”

Lemah teles, gusti sing mbales,
iki piwales, marang sing nggrantes,
miliha wiji sing mentes,
tandurana, rumatana sing prayoga,
bakal thukul tanduran, wit lan woh sing ngrembaka.

Mangsa tandur sing ati-ati,
Milih wiji kanti setiti,
Akeh wiji katon nyengsemke ati,
Salah milih bisa nyilakani.
Semarang, 20 September 2012

Lintang Panjer Esuk
Ing pereng wetan rada ngalor,
sumunar cahya kang wis tak kira,
kuwi lintang panjer esuk,
nanging aku isih ora precaya,
bener lintang apa cahya jinis liya?

Mripat tak bukak amba-amba,
mbok menawa ndaru sing arep tiba,
salah mangsa,
jebul ora,
pancen lintang panjer esuk sing rada beda.

Tak pandeng, tak penthelengi,
mripat iki kaya leleh,
lintange ora obah, ora geseh,
cahyane ambyor nrabas petenge wengi.

Lintang panjer esuk,
gawe obah wadhagku, gawe geseh pikirku,
Gusti maringi tandha,
Pikiran iki othak-athik makna,
Tetep buntet, mbulet udhet.

Tak bukak betaljemur adamakna,
setu paing, gunggunge paling tuwa,
pikiran tambah ngambrawara,
jagad saya tuwa …
jaman saya tuwa …
nagara saya tuwa …
prekara tambah tuwa …
knapa pikir iki ora tambah tuwa.

Lintang panjer esuk,
sing metu ngarepi esuk,
Gusti maringi tandha?
kuwi mung pikir sing kegedhen rumangsa.
Semarang, 20 September 2012

Mbulane Nanggal Kapisan
Katon nylirit, merit,
alise wanita pawicaran,
kembang lambene kembang padesan,
dadi rerasan kaum priya,
Alise nanggal kapisan,
Ngibaratke mbulan sing lagi nanggal,
Kapisan.

Mbulan nanggal kapisan,
katon nylirit, merit,
wayah surup, lekase srengenge angslup,
ing pereng kulon,
kasaput mega candhikala.

Kala digatekna,
kanggone pamuka agama,
bisa-a dinggo tandha,
nanggal kapisan tibane wulan apa.

(asringe ora digatekna, saliyane wulan riyaya).

Asringe para pamuka agama,
regejegan beda swara,
apa pancen kudu ngana,
agama kanggo srana,
regejegan golek kawula.

“assalamu’alaikum mbulan,
  tuwa mbulan, nom tanggal, nom-nom aku.”
Semarang, 20 September 2012

Srengenge Ngglewang Mangulon
srengengene wis ngglewang mangulon
lumakune wis separo dina
nglereni samubarang sauntara
nyisihke wektu manembah kang kuwasa

srengengene wis ngglewang mangulon
pas sandhuwure mustaka
ubun-ubun iki krasa mlethek-mletheka
wayah ketiga srengenge kaya ra duwe duga

srengengene wis ngglewang mangulon
kadang tani ngeyub nang gubugan
kipasan caping, nyawang tanduran
pikire nglambrang ra ana tujuwan
kelingan utang,
nyaure ngenteni panenan
semarang, 21 Sept. 2012

Puspa Tajem
Wengi iki,
pancen wis tak niati,
niat ingsun ngadhep mring Gusti.

Wengi iki,
ora kaya wengi-wengi sadurunge,
tak lon-loni turu sore,
betheke tangi bisa tengah wengi.

Wengi iki,
Piranti sesuci cumepak pepak,
Jedhing kebak Kembang setaman.

Wengi iki,
mbuh apa sing tak goleki,
karep ati pingin sesuci,
manekung, manembah, ngadhep Gusti,
ing lingsir, tengah wengi.

apa aku kangen mring Gusti …
apa Gusti kangen marang aku …
aku rung ngerteni,
mengko esuk tak critani.
21 Sept. 2012

Brokohan
brokohan ya krayahan
rebutan pangan lekas babaran
adat paugeran wis kalis jaman
isih uga dilakoni
nuhoni apa merga wedi
kuwalat, kuwatir kesrakat

brokohan jaman saiki
ra perlu ngenteni babaran
ngrayah rupiyah lemari pamrintah

matek-a aji kodhok mlongok
cecak baya nek perlu disogok
ben wae bengak-bengok
asline lholhak-lholhok
21 Sept. 2012

JAMURAN
yo pra kanca dolanan nang njaba
padhang mbulan, padhange kaya rina
… … … … … …
padhang mbulan wengi kuwi
bocah-bocah padha ngumpul nang pkarangan
srawung kanca sapantaran
ublek umyek nyang-nyangan dolanan
: dolanan betengan
: cublak-cublak suweng wae
: piye yen gobak sodor
pungkase rembug, Jamuran kang kalogan
jamuran, ya gegethok,
jamur apa ya gegegthok,
… … … … …
gurit iki mung pangeling kandha
dolanan kuwi saderma ngleluri
kagiles mangsa
njamure dolanan jaman saiki
sarwa kiriman saka manca
jamuran, betengan, engklek, ri-uri
apa kudu ngenteni
mbulan padhang nang pkarangan
mbulane wis kalah padhang
pkarangane wis ora jembar
jamur gajih mbejijih saara-ara
sira njaluk jamur apa … … …
21 Sept. 2012

SATEMENE
(Kedhok lan Busana)

Asu sak anake… kirik
Babi, celeng, sak anake… genjik
Bajing,
Kethek, Munyuk,
Wedhus!

Jek ra patia sara…
Jaran, Jangkrik, Kadal, Tekek, Bulus,
Apa isih ana sing rung sinebut?
…   …   …   …   …   …
satemene kowe, Su!
lan sakancamu
seneng apa sara,
yen asring sinebut dening menungsa?

yen aku, Su!
kena karan wakile menungsa
kok ora lila yen kowe, Su… lan sakancamu
tan kena sinebut, kanti blakasuta

satemene kowe, Su… lan sakancamu
sara apa malah rumangsa
mulya…
nanging akeh menungsa sing
kedhokan lan busana jawa
isih durung bisa narima.

banjur aku lan kowe, Su… uga sakancamu
kudu nyebut apa?
waung, segawon…
apa ya ra padha makna?

yakuwi mau, kedhok lan busana.

Su! Kok meneng wae, to?
malah melet-melet lan plolak-plolok, thok!
Bumi Sekaran, 20/2-2013.


Langganan: Postingan ( Atom )

Mengenai Saya

artsotika
Lihat profil lengkapku

Categories

  • Artsotika Muria
  • geguritan
  • KOJAK (Kelompok Perokok Bijak) SARUK (Sayuk Rukun)
  • Naskah Teater
  • Novel Anak

Blog Archive

  • ►  2023 (2)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2019 (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2018 (1)
    • ►  Desember (1)
  • ►  2017 (3)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
  • ▼  2016 (4)
    • ▼  Januari (4)
      • KOJAK SARUK JATENG
      • cover buku
      • nyanyian pelangi
      • kumpulan geguritan

LATEST POSTS

  • Barikan Karimunjawa
    Rekam Jejak Tradisi, Ritual dan Festival Barikan Kubro Karimunjawa Jepara Jawa Tengah   (oleh: Widyo Babahe Leksono)   + T...
  • kumpulan geguritan
    Mangsa Ganjil Siji, telu, lima, pitu, … … … sangangpuluh sanga, tung entungane angka, ning ora angger ngetung tumtrabe wong jawa. ...
  • Artsotika Muria di Dekade Pertama
    Oleh: Widyo Babahe Leksono Di tulisan saya yang pertama tentang Artsotika Muria(Desember 2018) , ada tiga hal penting yang perlu dicatat y...
  • TEATER SEMARANG dari/ke MASA
    30 Tahun Teater Semarang (Data: Babahe & Alvi) Tulisan ini sekadar yang kami ingat, selama mengetahui perjalanan Teater di Sem...
  • nyanyian pelangi
    NYANYIAN PELANGI Oleh: Catur Widya Pragolapati ADEGAN SATU Panggung gelap. Alunan Musik (vokal), “Ibu Pertiwi” diulang beberapa k...
  • Menuju Artsotikamuria
    Save Muria dalam Budaya  Rabu, 6 Maret 2019. Di seputar wilayah Universitas Muria Kudus, sejak sore hari diguyur hujan. Hingga malam...
  • Menuju Hatedu Semarang 2019
    Migrasi Kampus ke Kampung Minggu malam (20/1), diselimuti dingin. Beruntung, tak hujan malam itu. Tak seperti malam-malam sebelumnya. ...
  • DOLANAN YO!
    Dolanan Anak Widyo Babahe Leksono Dolanan Anak Dolanan Anak - 3 . Pengantar 5 Pendahuluan 7 A. Dolanan Tanpa Tembang 15 1. Gobak...
  • KOJAK SARUK JATENG
    Sumber : http://kojaksarukjateng.blogspot.co.id/
  • HARI AIR DUNIA
    Air, dari Hulu ke Hilir Oleh: Widyo Babahe Leksosno Anonim Air dalam bahasa jawa= Banyu, Toya, Warih, Guwaya. Masing-masing mempunyai ...
Diberdayakan oleh Blogger.
Copyright 2014 Widyo Babahe Leksono.
Designed by OddThemes